Ceramah singkat

Rasanya saya sudah melewati quarter life crisis atau lebih tepatnya sudah ga terlalu mikirin hal-hal demikian, bukan karena saya sudah terbilang sukses, tapi karena saya sudah legowo aja dengan segala-galanya. Dibilang ga punya ambisi, ga juga sih, sebenarnya ada yang ingin dicapai dan tahu harus ngapain untuk mencapai itu, cuma memang saya kurang suka aja memberi tahu orang-orang apa yang akan saya lakukan ke depannya, karena ada yang bilang, itu akan menipu otak kita, berpikir bahwa dengan kita menceritakan, kita telah melakukannya, sehingga tidak ada lagi motivasi untuk mencapainya dan akhirnya tidak tercapai. Jadi, saya ga pernah mau nanya rencana orang ke depannya gimana kalo ga deket-deket banget, karena saya pun ga suka ditanya begitu. Lagian, kenapa ngurusin banget sih?

Saya hanya lelah menjelaskan ke semua orang kalau saya baik-baik saja dengan diri sendiri dan saya bersyukur atas apa pun yang ada di hidup saya saat ini. Dan apa salahnya dengan itu? Bilang saya sok alim, tapi saya orang yang sangat meyakini bahwa ketika saya bersyukur atas hidup saya sekarang, Allah SWT akan memberi lebih. Saya sangat konservatif dengan keyakinan-keyakinan semacam ini sampai-sampai ada orang yang kayanya geregetan sama saya karena dia ga percaya bahwa apa yang saya yakini itu akan kejadian. Ya terserah dia, tapi ini memang keyakinan saya dan saya sudah mengalami sendiri. Tentunya saya tidak seekstrem itu untuk berpikir bahwa bersyukur dan berdoa saja cukup, tapi apa iya saya harus umumkan kepada semua orang ikhtiar apa saja yang telah saya lakukan sehingga mereka percaya bahwa saya akan mewujudkan impian saya itu. Tidak usahlah bicara keyakinan Islam, keyakinan secara umum pun seharusnya bisa terapkan. Saya teringat dengan drama Start-Up yang memberikan pesan bagus mengenai keyakinan terhadap 1 persen. Ya pada intinya dalam drama tersebut, sedikit apa pun peluangnya, genggamlah peluang itu bagaimana pun orang menilainya. Meskipun itu drama, saya rasa itu ada benarnya, karena tidak jarang peluang-peluang 1 persen itu terwujud secara ajaib di kehidupan nyata, hanya tinggal bagaimana ikhtiar dan keyakinan kita saja. Mau percaya atau tidak ya kembali lagi ke masing-masing. Dan satu lagi, sabar!

Ada orang yang ga bersyukur sama hidupnya itu udah biasa, tapi ada orang yang hobinya bikin orang lain ga bersyukur sama hidupnya. Ada ini mah beneran. Tapi lama-lama jadi yaudahlah, rasa syukur saya tidak bisa dipengaruhi atau didikte oleh orang lain toh? Kan urusannya saya dengan yang di atas, bukan saya dengan orang itu. Mau sampai kapan juga saya bertumpu pada penilaian orang lain? Mau sampai saya berfokus pada apa yang dilihat orang dari luar? Apa yang mereka pikirkan biarlah begitu. Saya pernah berada dalam situasi ketika saya berusaha memenuhi penilaian orang lain dan melupakan diri sendiri, tidak enak rasanya. Melakukan semuanya serba terpaksa. Meskipun saya suka heran kenapa ada aja orang yang hobinya menilai dan mendikte orang lain, saya harus menerima bahwa watak manusia memang beragam dan kita harus punya kendali atas emosi kita dalam menghadapinya.

Pernah ga berada dalam situasi, di mana kamu dikelilingi oleh orang-orang yang kamu sayangi, tapi tidak satu pun dari mereka bisa membantumu dalam suatu keadaan? Bukan karena mereka jahat atau tidak mau, tapi karena mereka tidak mampu. Di situlah saya sadar bahwa memang tempat bergantung satu-satunya seharusnya memang pada Allah SWT semata. Dari situlah saya belajar bahwa mau bagaimana pun penilaian orang terhadap kita, itu ga ada relevansinya sama hidup kita sama sekali, karena yang nantinya akan menolong kita hanya Allah SWT, di dunia dan di akhirat. Jadi, setiap mendapat penilaian buruk dari seseorang, dituduh, difitnah, dikatain, dan sebagainya, memang respons alami manusia adalah kesedihan. Itu wajar, tapi saya tahu bahwa saya tidak boleh sedih berlarut dan segera melanjutkan hidup dengan bertumpu pada yang Maha Kuasa. Toh saya juga gamau berlagak sok suci, seolah saya ga pernah berbuat dosa dan menyakiti orang lain. Mungkin saja saya pernah juga melontarkan hal menyakitkan kepada orang lain dan Allah membalasnya dengan hal serupa pada saya wallahualam, tapi yang jelas ke depannya saya tahu harus bagaimana menyikap hal semacam ini dan marah bukan salah satunya.

Udah deh segitu aja dulu, semoga yang baca tulisan ini mendapat pahala karena sudah mau-maunya baca tulisan yang tidak terstruktur ini hahaha. Ok, see you in another post!

Tinggalkan komentar